Ikhtilaf dan Ijma dalam Tafsir
Ikhtilaf dan Ijma’ dalam Tafsir adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Muqaddimah Tafsir. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Emha Hasan Nasrullah, M.A. pada Sabtu, 1 Jumadil Akhir 1447 H / 22 November 2025 M.
Kajian Islam Tentang Ikhtilaf dan Ijma’ dalam Tafsir
Al-Ijma’ adalah lawan dari al-ikhtilaf. Perbedaan pendapat atau perselisihan (al-ikhtilaf) merupakan keniscayaan dan hal yang wajar terjadi di kalangan ulama. Hal ini disebabkan setiap manusia memiliki akal dengan cara berpikir yang berbeda-beda. Setiap individu memiliki ide yang khas, sehingga perbedaan pendapat adalah sesuatu yang alamiah.
Namun, dalam syariat, agama kembali kepada dalil, bukan kembali kepada akal. Seandainya syariat didasarkan pada akal, maka ia akan senantiasa berubah seiring dengan perbedaan tempat dan zaman. Perubahan ini terjadi karena cara berpikir manusia yang beragam.
Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan sebuah syariat yang sempurna, syariat ini tidak akan berubah. Sejak diturunkannya Al-Qur’anul Karim dan diutusnya Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam 1400 tahun yang lalu, syariat telah sempurna.
Syariat ini berlaku terus-menerus hingga akhir zaman dan tidak akan berubah. Hal ini berbeda apabila syariat kembali kepada akal manusia, apalagi kepada perasaan yang bisa berubah-ubah.
Sebagai contoh, shalat magrib yang telah ditetapkan tiga rakaat sejak diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hingga saat ini tetap tiga rakaat. Tidak perlu ada penambahan, meskipun secara akal atau perasaan mungkin ada yang berpendapat bahwa menambah satu rakaat akan lebih baik.
Dalam syariat, penambahan satu rakaat pada shalat fardhu secara sengaja tidak diperbolehkan dan dapat membatalkan shalat.
Begitu pula dalam urusan ibadah lainnya. Jika sebuah syariat atau ajaran ditambah-tambahi, seiring berjalannya waktu, penambahan tersebut akan terus berubah di tempat dan zaman yang berbeda. Misalnya, amalan berdzikir dengan menggerakkan badan atau sambil berdiri dan berputar, akan menimbulkan berbagai macam variasi di setiap tempat dan masa. Oleh karena itu, semua umat Islam wajib kembali kepada petunjuk dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Dengan kembali kepada petunjuk Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, hakikatnya umat telah bersatu dan menjauhi perselisihan. Sebaliknya, memunculkan ajaran baru akan menimbulkan perselisihan, karena setiap golongan akan membuat ajaran baru yang berbeda-beda.
Jika seluruh umat sepakat untuk kembali kepada ajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, perselisihan akan berkurang. Kenyataan yang terjadi, terkadang ketika kaum muslimin berupaya kembali kepada ajaran Nabi, justru muncul anggapan bahwa upaya tersebut dianggap sebagai pemecah belah umat.
Perbedaan Pendapat yang Dibenarkan
Sesungguhnya perselisihan adalah hal yang wajar dan tidak masalah ketika semua pihak kembali kepada kebenaran (petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam), tetapi terjadi perbedaan dalam memahami petunjuk tersebut.
Yang salah adalah apabila seseorang telah mengetahui bahwa amalannya tidak sesuai dengan petunjuk Nabi, tetapi masih bersikeras dan tidak mau menerima petunjuk tersebut. Penolakan terhadap petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah perbuatan yang tercela.
Terdapat sebuah kisah ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengutus para sahabat untuk pergi ke Bani Quraizhah. Beliau berwasiat, “Janganlah shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah.”
Dalam perjalanan, sebagian sahabat berpendapat, jika mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai di Bani Quraidzah, waktu shalat Ashar akan terlewat. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk melaksanakan shalat di tengah perjalanan.
Sebagian sahabat yang lain mengatakan bahwa mereka harus melaksanakan shalat di Bani Quraizhah sesuai dengan wasiat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ada pula yang berpendapat bahwa maksud Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah memerintahkan mereka untuk bergegas agar sampai di Bani Quraizhah sebelum matahari tenggelam, sehingga dapat melaksanakan shalat Ashar di sana.
Akhirnya, terjadi perselisihan (khilaf). Sebagian shalat di tengah perjalanan, dan sebagian lainnya shalat di Bani Quraizhah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menyalahkan satu pun dari kelompok tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan pendapat (khilaf) tidak menjadi masalah selama tujuannya adalah mencari kebenaran. Yang terlarang adalah memunculkan perbedaan pendapat hanya demi mencari pembenaran atas keinginan diri sendiri.
Kesombongan Kaum Quraisy
Kaum Quraisy sudah dihadapkan pada berbagai macam dalil yang membuktikan kebenaran risalah dan kenabian Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka telah hidup selama 40 tahun bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di Mekah sebelum beliau diutus. Artinya, mereka benar-benar mengetahui siapa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Namun, ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diangkat menjadi nabi dan diutus sebagai rasul, mereka tidak mau menerima ajarannya. Mereka justru melontarkan kata-kata yang mereka sendiri dustakan. Mereka menyebut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai pendusta (kadzdzab). Padahal, mereka meyakini bahwa beliau adalah Al-Amin (yang paling jujur dan terpercaya).
Mereka juga mengatakan bahwa Al-Qur’anul Karim adalah dongeng orang-orang terdahulu, bahkan menyebutnya perkataan setan. Padahal, mereka adalah orang Arab fasih, yang bahasanya belum tercampuri. Ketika Al-Qur’an turun, mereka memahami keindahan bahasanya dan mengetahui bahwa itu mustahil perkataan Nabi Muhammad maupun perkataan setan, sebab ajaran dan bahasanya sangat mulia.
Meskipun demikian, mereka tetap tidak mau menerima kebenaran. Penyakit seperti ini perlu dihindari, yang disebabkan oleh kesombongan, gengsi, atau lebih menyukai kebiasaan lama. Mengubah kebiasaan memang tidak mudah. Namun, ketika berhadapan dengan nash (dalil) atau petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya, tidak ada pilihan lain kecuali harus tunduk kepada aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak penjelasan yang penuh manfaat ini..
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Mari turut membagikan link download kajian “Ikhtilaf dan Ijma’ dalam Tafsir” yang penuh manfaat ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.
Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com
Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :
Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55820-ikhtilaf-dan-ijma-dalam-tafsir/